Halaman

Kamis, 13 Oktober 2011

SEKILAS TENTANG RAJUNGAN (Portunus Pelagicus)


PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan yang dua per tiga dari wilayahnya dihampari lautan, sehingga merupakan negara bahari yang memiliki kekayaan potensi sumberdaya hayati perairan yang beraneka ragam jenisnya. Kekayaan sumber hayati perairan ini tidak akan termanfaatkan seoptimal mungkin bila tidak disertai dengan usaha pengenalan dan pengembangan ke arah tujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat khususnya protein hewani.
Satu diantara banyak jenis potensi sumberdaya hayati perairan yang tampaknya belum mendapat perhatian serius  ke arah pengembangannya terutama aspek budidayanya adalah rajungan (Yunus, 1994). Padahal nilai ekonominya cukup tinggi baik dipasaran domestik maupun manca negara. Rajungan (Portunus pelagicus)  merupakan jenis krustase yang bersifat “eurihaline” (Nontji, 1986), dapat hidup pada salinitas 9 – 39 ppt (Chande dan Mgaya, 2003) dan habitat hidup yang disenangi rajungan adalah dasar lumpur berpasir (Coleman, 1991), sehingga mampu beradaptasi pada perairan tambak.
       Rajungan  selain rasa dagingnya yang lezat juga bergizi cukup tinggi.  Kandungan nutrien yang terdapat dalam daging rajungan adalah protein 65,72 %, mineral 7,5 % dan lemak 0,88 % (Soim, 1996). Rajungan mudah berkembang biak, responsif terhadap makanan, cepat tumbuh dan mudah dibudidayakan (Susanto et al.,  2005b).  Permintaan akan daging rajungan yang semakin meningkat, perlu diimbangi dengan produksi budidaya rajungan yang lebih tinggi
ASPEK BIOLOGI
1. Morfologi
        Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau (Scyla serrata) dimana rajungan (P. pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang, berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna karapasnya dan jumlah duri pada karapasnya dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau.
Kepiting Rajungan
Kepiting Bakau
                Jantan dan betina kepiting rajungan mudah dibedakan secara morfologi kepiting rajungan jantan berwarna lebih cerah kebiru-biruan ada bercak-bercak berwarna biru tua, sedangkan kepiting betina berwarna agak cokelat kotor. Pada umur yang sama, dilihat dari jenis kelamin sama halnya dengan kepiting bakau yakni tellicumnya yang jantan menyempit dan yang betina melebar.
2.   Sistimatika 
               Dilihat dari sistimatikanya secara umum rajungan termasuk ke dalam Phylum: Arthropoda, Kelas: Crustacea, Ordo: Decapoda Famili: Portunidae, Genus: Portunus, Spesies: Portunus Pelagicus. Ada ilmuwan lain yang mengkllasifikasikan rajungan sedikit berbeda yakni Phylum: Arthropoda, Subphylum: Crustacea, Kelas: Malcostraca, Subkelas: Eumalacostraca, Superordo: Eucarida, Ordo: Decapoda, Subordo: Reptantia (Pleocymata), Seksi: Brachyura, Subseksi: Brachyrhyncha, Superfamili: Portunoidea, Famili: Portunidae, Subfamili: Portuninae, Genus: Portunus, Spesies: Portunus Pelagicus Linnaeus.
  Dari beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar merupakan jenis kepiting rajungan.  Di Indonesia kepiting rajungan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di Indonesia bagian Timur, khususnya di Kepulauan Maluku dan Irian Jaya, kepiting rajungan masih sangat lestari hampir di seluruh perairan pantai selalu dijumpai sepanjang tahun. Namun demikian di pulau-pulau lain seperti di Sulawesi keberadaanya semakin menghilang dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan karena penangkapan yang berlebih juga akibat dari penangkapan ikan menggunakan bom dan bahan kimia lain sehingga habitat kepiting rajungan semakin rusak.
3. Habitat, Siklus hidup dan Makanan
 Rajungan (swimming crabs) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scyla serrata) tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama. Rajungan merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis kepiting rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo Pasifik dan India (Coleman, 1991). Sementara itu informasi dari panti benih rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di daerah Gilimanuk Pantai Utara Bali, Pengambengan Pantai Selatan Bali, Muncar Pantai Selatan Jawa timur, Pasuruhan Pantai Utara Jawa timur, Lampung, Medan dan Daerah Kalimantan Barat (Susanto et al., 2004). Informasi lain bahwa habitat rajungan adalah daerah substrat berpasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang juga berenang dari dekat permukaan laut sekitar 1 m sampai kedalaman 56 m (Moosa, 1980). Rajungan hidup pada daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas tinggi dan bermigrasi untuk menetaskan telurnya dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken, 1986).
Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya dipermukaan pasir dengan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa.
Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang.
            Adapun siklus hidup rajungan tersaji pada Gambar 4 sebagai berikut:
Sumber: Susanto et al (2004)
                                            Gambar 4. Siklus hidup rajungan
   Disebutkan pula bahwa rajungan hidup pada kedalaman air laut sampai 40 m pada daerah pasir, lumpur atau pantai berlumpur. Rajungan merupakan binatang karnivora makanan rajungan berupa ikan dan binatang invertebrata. Menurut Chen (1976) kepiting pada fase megalopa bersifat karnivora dan memakan zooplankton. Pada fase muda memakan larva-larva ikan dan sejenisnya, setelah dewasa bersifat omnivorous scavenger (pemakan segala dan bangkai), tetapi sebagai makanan kibiasaannya adalah bangkai binatang dan bahan organik lainnya. Kemudian menurut Hendriks (1982), kepiting juga sering memakan mollusca dan jenis crustacea lainnya terutama udang-udang kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar