SEKILAS TENTANG RAJUNGAN (Portunus Pelagicus)
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara
kepulauan yang dua per tiga dari wilayahnya dihampari lautan, sehingga
merupakan negara bahari yang memiliki kekayaan potensi sumberdaya hayati
perairan yang beraneka ragam jenisnya. Kekayaan sumber hayati perairan ini
tidak akan termanfaatkan seoptimal mungkin bila tidak disertai dengan usaha
pengenalan dan pengembangan ke arah tujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan
bagi masyarakat khususnya protein hewani.
Satu diantara banyak jenis potensi sumberdaya
hayati perairan yang tampaknya belum mendapat perhatian serius ke arah pengembangannya terutama aspek
budidayanya adalah rajungan (Yunus, 1994). Padahal nilai ekonominya cukup
tinggi baik dipasaran domestik maupun manca negara. Rajungan (Portunus
pelagicus) merupakan jenis krustase
yang bersifat “eurihaline” (Nontji, 1986), dapat hidup pada salinitas 9 – 39
ppt (Chande dan Mgaya, 2003) dan habitat hidup yang disenangi rajungan adalah
dasar lumpur berpasir (Coleman, 1991), sehingga mampu beradaptasi pada perairan
tambak.
ASPEK BIOLOGI
1. Morfologi
Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau (Scyla serrata) dimana rajungan (P. pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang, berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna karapasnya dan jumlah duri pada karapasnya dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau.
Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau (Scyla serrata) dimana rajungan (P. pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang, berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna karapasnya dan jumlah duri pada karapasnya dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau.
Kepiting Rajungan |
Kepiting Bakau |
Jantan dan betina
kepiting rajungan mudah dibedakan secara morfologi kepiting rajungan jantan
berwarna lebih cerah kebiru-biruan ada bercak-bercak berwarna biru tua,
sedangkan kepiting betina berwarna agak cokelat kotor. Pada umur yang sama,
dilihat dari jenis kelamin sama halnya dengan kepiting bakau yakni tellicumnya
yang jantan menyempit dan yang betina melebar.
2. Sistimatika
Dilihat dari sistimatikanya secara umum rajungan termasuk ke dalam Phylum: Arthropoda, Kelas: Crustacea, Ordo: Decapoda Famili: Portunidae, Genus: Portunus, Spesies: Portunus Pelagicus. Ada ilmuwan lain yang mengkllasifikasikan rajungan sedikit berbeda yakni Phylum: Arthropoda, Subphylum: Crustacea, Kelas: Malcostraca, Subkelas: Eumalacostraca, Superordo: Eucarida, Ordo: Decapoda, Subordo: Reptantia (Pleocymata), Seksi: Brachyura, Subseksi: Brachyrhyncha, Superfamili: Portunoidea, Famili: Portunidae, Subfamili: Portuninae, Genus: Portunus, Spesies: Portunus Pelagicus Linnaeus.
Dilihat dari sistimatikanya secara umum rajungan termasuk ke dalam Phylum: Arthropoda, Kelas: Crustacea, Ordo: Decapoda Famili: Portunidae, Genus: Portunus, Spesies: Portunus Pelagicus. Ada ilmuwan lain yang mengkllasifikasikan rajungan sedikit berbeda yakni Phylum: Arthropoda, Subphylum: Crustacea, Kelas: Malcostraca, Subkelas: Eumalacostraca, Superordo: Eucarida, Ordo: Decapoda, Subordo: Reptantia (Pleocymata), Seksi: Brachyura, Subseksi: Brachyrhyncha, Superfamili: Portunoidea, Famili: Portunidae, Subfamili: Portuninae, Genus: Portunus, Spesies: Portunus Pelagicus Linnaeus.
Dari
beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar
merupakan jenis kepiting rajungan. Di
Indonesia kepiting rajungan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di Indonesia
bagian Timur, khususnya di Kepulauan Maluku dan Irian Jaya, kepiting rajungan
masih sangat lestari hampir di seluruh perairan pantai selalu dijumpai
sepanjang tahun. Namun demikian di pulau-pulau lain seperti di Sulawesi
keberadaanya semakin menghilang dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan karena
penangkapan yang berlebih juga akibat dari penangkapan ikan menggunakan bom dan
bahan kimia lain sehingga habitat kepiting rajungan semakin rusak.
3. Habitat, Siklus hidup dan
Makanan
Rajungan (swimming crabs) memiliki tempat
hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scyla
serrata) tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama. Rajungan merupakan
jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat
berlindung. Jenis kepiting rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo
Pasifik dan India (Coleman, 1991). Sementara itu informasi dari panti benih
rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di
daerah Gilimanuk Pantai Utara Bali, Pengambengan Pantai Selatan Bali, Muncar Pantai
Selatan Jawa timur, Pasuruhan Pantai Utara Jawa timur, Lampung, Medan dan
Daerah Kalimantan Barat (Susanto et al.,
2004). Informasi lain bahwa habitat rajungan adalah daerah substrat berpasir,
pasir berlumpur dan di pulau berkarang juga berenang dari dekat permukaan laut
sekitar 1 m sampai kedalaman 56 m (Moosa, 1980). Rajungan hidup pada daerah
estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas tinggi dan
bermigrasi untuk menetaskan telurnya dan setelah mencapai rajungan muda akan
kembali ke estuaria (Nybakken, 1986).
Rajungan
banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya dipermukaan pasir
dengan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata
lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa.
Perkawinan
rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat jantan melekatkan diri pada
betina kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang.
Adapun
siklus hidup rajungan tersaji pada Gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 4. Siklus hidup rajungan
Disebutkan
pula bahwa rajungan hidup pada kedalaman air laut sampai 40 m pada daerah
pasir, lumpur atau pantai berlumpur. Rajungan merupakan binatang karnivora
makanan rajungan berupa ikan dan binatang invertebrata. Menurut Chen (1976)
kepiting pada fase megalopa bersifat karnivora dan memakan zooplankton. Pada
fase muda memakan larva-larva ikan dan sejenisnya, setelah dewasa bersifat
omnivorous scavenger (pemakan segala dan bangkai), tetapi sebagai makanan
kibiasaannya adalah bangkai binatang dan bahan organik lainnya. Kemudian
menurut Hendriks (1982), kepiting juga sering memakan mollusca dan jenis crustacea lainnya terutama udang-udang kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar